Pandemi Covid-19 yang melanda selama 2 tahun terakhir berdampak pada kebiasaan dan kesehatan, salah satunya kesehatan mata. Terlebih lagi, paparan gawai secara berlebih pada anak selama pandemi juga berdampak pada kesehatan mata, salah satunya adalah mata lelah, pada dewasa dan anak-anak. Berdasarkan permasalahan ini, tiga dokter dari Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya merilis komik bertema kesehatan mata, bertajuk Bunga dan Langit.
Dr. dr. Dhelya Widasmara, SpDV, Dr. dr. Nanda Wahyu Anandita, Sp. M (K) dan dr. Lely Retno Wulandari, Sp.M adalah tiga pengarang komik berjudul Bunga dan Langit si Dokter Cilik Vol.2 : Yuk Jaga Kesehatan Mata Kita dari Gadget. Mengambil tema kesehatan mata, tiga dosen ini berupaya mengenalkan penyakit akibat gawai, salah satunya Computer Vision Syndrome (CVS).
“Setiap tahun, dalam rangka Hari Anak Nasional, saya mengeluarkan satu komik sesuai dengan tema. Di tahun ini, menyesuaikan subtema Hari Anak, yaitu Anak Tangguh Pasca Pandemi, saya memilih tema kesehatan mata. Terlebih lagi, dua tahun belakangan, kita lebih sering menatap gadget. Pasca pandemi ini, yang perlu diupayakan adalah bagaimana kembali lagi berkegiatan outdoor, kembali bermain layangan, misalnya. Orang tua juga perlu mencontohkan kepada anak, tentang bijak menggunakan gadget,” terangnya.
Selain tentang gejala CVS, komik Bunga dan Langit juga memberikan pemahaman tentang penggunaan kacamata dan panduan memelihara kesehatan mata. “Dokter Nanda dan Dokter Lely merupakan dokter subspesialis mata anak, sehingga lebih mudah menyampaikan tentang kesehatan mata anak. Beberapa alasan kami untuk membuat komik ini antara lain adalah banyaknya keluhan dan kekhawatiran dari para orang tua yang saat ini semakin susah rasanya untuk menghilangkan kebiasaan pada anak untuk screen time pada anaknya. Padahal kita tahu bagaimana masalah yang akan muncul setelah pandemi terjadi dan kebiasaan anak-anak bermain dengan komputer, laptop, ponsel, tablet dan gadget lainnya dala jangka panjang akan menyebabkan Computer Vision Syndrome (CVS) yang akan membuat mata kabur, kurang fokus, dan juga membuat mata menjadi kering,” ujar dr. Dhelya.
Melalui komik ini baik Dhelya maupun Nanda dan Lely berharap dapat memberikan pemahaman kepada anak, khususnya siswa sekolah dasar, untuk memperhatikan dan menjaga kesehatan mata. “Dalam komik ini, ada edukasi efek screen time yang terlalu panjang dan gejala CVS. Kami juga berupaya untuk mengajak untuk tidak takut ke dokter spesialis. Karena mata adalah jendela dunia, dan juga aset anak di masa depan,” pungkasnya. (Anang/VQ)
Sumber : https://prasetya.ub.ac.id/edukasi-kesehatan-mata-bersama-bunga-dan-langit/
Cek kesehatan seksual secara berkala seharusnya menjadi agenda penting bagi pria dewasa untuk mencegah terjadinya penyakit metabolik dan gangguan kesehatan lainnya. Demikian disampaikan dr. Dicky Faizal Irnandi, Sp.And.(K.SAAM) pada Rabu (06/07/2022) dalam acara Talkshow Bincang Sehat di salah satu stasiun radio di kota Malang.
Menurut Dicky, pemeriksaan hormon utama yang mempengaruhi seluruh kondisi kesehatan pria yaitu hormon testosteron, ditengarai seringkali dilupakan. Padahal, sebaiknya pria memeriksakannya secara rutin sejak memasuki usia 30 tahun.
“Apabila pada perempuan dikenal istilah menopause, maka secara alami pada pria juga dikenal adanya andropause akibat penurunan hormon testosteron. Kondisi ini disebut juga testosterone deficiency syndrome yang di antaranya ditandai dengan kerontokan rambut, mudah lelah, penurunan libido, penurunan kepadatan massa tulang, mudah depresi, dan insomnia,” ujar dokter yang juga menjadi staf pengajar di Bagian Biokimia dan Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK-UB).
Penurunan hormon testosterone dapat memicu munculnya penyakit metabolik lain seperti diabetes dan hipertensi. Sementara itu penurunan massa otot dan obesitas juga dapat menjadi perhatian berkaitan dengan penurunan hormon testosterone ini.
Dicky berpesan, walaupun keadaan ini terjadi secara alamiah, para pria yang berada pada usia produktif sebaiknya mempersiapkan diri dengan menerapkan pola hidup sehat yang berkaitan dengan pola makan dan olahraga
“Hal ini penting dilakukan untuk memperlambat hingga mencegah terjadinya dampak negatif yang ditimbulkan oleh penurunan testosteron,” pungkasnya.
Talkshow ini dilakukan dalam rangka Pengabdian Masyarakat Departemen Kedokteran FKUB. [FKUB/Irene]
Sumber : https://prasetya.ub.ac.id/dr-dicky-faizal-irnandi-sp-and-k-saam-jangan-lengah-cek-kesehatan-seksual/
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK-UB) dr. Agustin Iskandar, M.Kes., Sp.PK(K) menyampaikan informasi mengenai toksoplasma pada acara Talkshow Bincang Sehat di salah satu stasiun radio di kota Malang, Kamis (07/07/2022). Kegiatan ini merupakan rangkaian dari serial Pengabdian Masyarakat Departemen Kedokteran FK-UB.
Agustin menjelaskan, Toksoplasma atau secara ilmiah dinamakan Toxoplasma gondii merupakan salah satu parasit yang hidup dan berkembang biak pada kucing dan dapat menginfeksi manusia sebagai perantara serta dapat menyebabkan penyakit tertentu pada manusia.
Parasit yang hidup di usus kucing ini akan keluar bersama feses kucing berupa kista, dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara.
“Udara yang membawa kista ini dapat kita hirup atau mencemari makanan dan minuman manusia maupun termakan oleh ternak yang kita konsumsi hingga masuk ke dalam darah,” kata dosen pada Departemen Parasitologi ini.
Toksoplasmosis atau keberadaan parasit ini di dalam peredaran darah manusia, tidak memberikan gejala klinis yang spesifik hingga kistanya mengendap di organ seperti otot dan otak hingga menimbulkan gangguan fungsi otot dan otak.
“Untuk itu pada kondisi toksoplasmosis, ibu hamil mendapat perhatian khusus karena kista ini dapat menembus plasenta hingga menginfeksi janin,” tegasnya.
Ibu hamil yang mengalami toksoplasmosis pada trimester pertama berisiko mengalami keguguran, sedangkan infeksi pada trimester kedua dan ketiga dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
“Sehingga pemeriksaan darah untuk melihat keberadaan toksoplasma ini sangat disarankan untuk wanita yang akan menikah atau sedang merencanakan kehamilan, terutama pada wanita pemelihara kucing,” paparnya.
Walaupun toksoplasmosis dapat diobati, tetapi Agustin berpesan bahwa mencegah adalah lebih baik daripada mengobati. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan, selalu mencuci tangan sebelum beraktivitas, menjaga kebersihan kandang atau tempat pembuangan feses kucing, dan melakukan skrining rutin bagi individu yang beresiko. [FK-UB/Irene]
Sumber : https://prasetya.ub.ac.id/dr-agustin-iskandar-m-kes-sp-pkk-kenali-dan-cegah-infeksi-toksoplasma/
Belakangan ini, dunia medis dan kesehatan tengah dihebohkan dengan penyebaran wabah cacar monyet di beberapa negara. Penyakit yang berasal dari infeksi virus ini disebabkan oleh virus langka dari hewan, dengan gejala umum yang hampir mirip dengan penyakit cacar. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization menyatakan tanggal 23 Juli 2022 sebagai global health emergency terhadap wabah Monkeypox.
Dr. dr. Dhelya Widasmara, SpKK (K) saat diwawancara Humas Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya menjelaskan bahwa gejala cacar monyet manusia mirip dengan gejala cacar air pada umunya, tetapi cenderung lebih ringan. “Yang membedakan adalah, pada cacar monyet didapatkan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati)”, jelasnya.
Ditambahkan oleh dokter kulit yang berfokus pada infeksi tropik ini, Monkeypox tanda dan gejalanya yang muncul bergantung pada fase penyakit ini, yang pertama fase prodromal (yang menunjukkan gejala), dimana Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan Kemenkes RI, gejala awal pada fase prodromal antara lain: penderita akan mengalami Demam yang disertai dengan Sakit kepala yang terkadang terasa hebat, Nyeri otot, Sakit punggung, Pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati) yang dirasakan di leher, ketiak, atau di area selangkangan, badan panas dingin bahkan kelelahan dan lemas. Sedangkan pada fase erupsi terjadi saat 1-3 hari (kadang-kadang lebih lama) setelah fase prodromal. Pada fase erupsi timbul ruam atau lesi pada kulit. Biasanya, ruam atau lesi ini dimulai dari wajah, lalu menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap, terangnya.
Kemudian, ruam atau lesi pada kulit ini akan berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (maculopapular), lepuh yang berisi cairan bening atau nanah, lalu mengeras atau keropeng hingga akhirnya rontok. Gejala cacar monyet akan berlangsung selama 2−4 minggu sampai periode lesi / ruam kulit tersebut menghilang, imbuhnya.
“Penularan virus monkeypox terjadi ketika seseorang bersentuhan dengan hewan, manusia, atau bahan yang terjangkit atau terkontaminasi virus. Kemudian virus masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit atau luka yang sangat kecil (walaupun tidak terlihat), saluran pernapasan, atau selaput lendir (mata, hidung, atau mulut). Sedangkan Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran, kontak langsung dengan cairan tubuh atau material dari lesi (seperti darah), atau kontak tidak langsung, seperti melalui alas yang terkontaminasi”, terang dosen yang juga alumni dari FKUB ini.
Penularan antar manusia, imbuhnya, diperkirakan terjadi terutama melalui droplet (percikan) pernapasan. “Percikan droplet tidak dapat bertahan lama dan terbang jauh, maka diperlukan kontak tatap muka yang lama. Metode penularan dari manusia ke manusia lainnya termasuk kontak langsung dengan cairan tubuh atau material dari lesi, dan kontak tidak langsung dengan material lesi, seperti melalui pakaian atau linen yang terkontaminasi”, terangnya.
Lebih jauh dr Lala menyampaikan, saat ditanya tentang bagaimana penanganan awal apabila masyarakat terutama anak-anak yang terjangkit virus penyakit cacar monyet ini. Menurut saya sebenarnya, monkeypox adalah jenis penyakit yang bisa sembuh sendiri. Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi virus Monkeypox, sehingga pengobatan simptomatik dan suportif dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul.
Dan Penanganan awal yang dapat dilakukan di rumah apabila muncul tanda dan gejala serta terdapat riwayat kontak dengan penderita monkeypox adalah :
Pisahkan pasien yang terinfeksi dari orang lain yang mungkin berisiko terinfeksi.
Istirahat total (bed rest)
Makan makanan yang bergizi, maksimalkan asupan cairan (banyak minum air putih)
Bila demam dapat diberikan obat penurun panas
Bila muncul ruam seperti lentingan berisi air, jangan digaruk atau dipecah. Untuk mengurangi rasa gatal, dapat dikompres dengan kassa dan cairan infus serta mengkonsumsi obat antihistamin
Sedangkan orang yang harus dipertimbangkan untuk perawatan lebih lanjut yaitu orang dengan gejala berat / parah (misalnya, sepsis, ensefalitis, atau kondisi lain yang memerlukan rawat inap). Berikut adalah golongan yang mungkin berisiko tinggi terkena mengalami gejala berat di atas, yaitu:
Orang dengan kondisi immunocompromise (misalnya, infeksi HIV/AIDS leukemia, limfoma, keganasan, transplantasi organ, konsumsi kortikosteroid dosis tinggi, atau memiliki penyakit autoimun)
Populasi anak-anak, terutama pasien < 8 tahun
Wanita hamil atau menyusui
Orang dengan satu atau lebih komplikasi (misalnya, infeksi kulit bakteri sekunder; gastroenteritis dengan mual/muntah yang parah, diare, atau dehidrasi; bronkopneumonia; penyakit bersamaan atau komorbiditas lainnya)
Ketika ditanya tentang apakah cacar monyet ini termasuk jenis virus yang berbahaya bagi manusia? dr Lala membahkan bahwa, Monkeypox merupakan penyakit bergejala ringan dengan tingkat kematian sangat rendah. Gejala-gejala penyakit pada umumnya dari monkepox dapat diobati dan dapat sembuh dengan sendirinya tergantung imunitas penderita.
Tentang masuknya virus ini ke wilayah Malang raya, dokter Spesialis Dermatoveneurologi ini menunjukkan ada kemungkinannya. “Yang pertama dan paling penting adalah jangan panik. Kedua, pastikan anak kita telah mendapatkan vaksinasi, dalam hal ini vaksin program pemberantasan cacar (smallpox) yang dapat memberikan perlindungan terhadap monkeypox. Selalu jaga daya tahan tubuh yang kuat dengan istirahat yang cukup, pola hidup sehat, dan kurangi stress. Yang terakhir dan tidak kalah penting adalah selalu berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari segala macam penyakit”, tegasnya.
Hingga saat ini belum ada laporan monkeypox di Indonesia, termasuk Malang. Negara di luar Afrika yang pernah melaporkan kasus monkeypox pada manusia terkait riwayat perjalanan dari negara endemis atau hewan import adalah Amerika Serikat (2003), Inggris, Israel (2018) dan Singapura (2019). Pada tanggal 7 Mei 2022 Inggris Raya juga melaporkan adanya 1 (satu) kasus monkeypox pada warga Inggris yang memiliki perjalanan dari Nigeria.
Walaupun kasus monkeypox belum dilaporkan di Indonesia dan bukan sebagai negara endemis dari penyakit ini, kewaspadaan perlu ditingkatkan, mengingat sudah banyak orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri, serta negara kita merupakan rumah dari berbagai hewan yang dapat menjadi sumber penularan dari virus ini.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi virus monkeypox dan ditemukan disekitar kita :
Hindari kontak dengan hewan yang dapat menjadi sarang virus (termasuk hewan yang sakit atau yang ditemukan mati di daerah di mana cacar monyet terjadi).
Hindari kontak dengan bahan apa pun, seperti tempat tidur, yang pernah bersentuhan dengan hewan yang sakit.
Batasi konsumsi dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik, maupun daging yang diburu dari hewan liar (bush meat)
Pisahkan pasien yang terinfeksi dari orang lain yang mungkin berisiko terinfeksi.
Lakukan kebersihan tangan yang baik setelah kontak dengan hewan atau manusia yang terinfeksi. Misalnya, mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol.
Untuk tenaga kesehatan, jangan lupa untuk selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien.
Himbauan bagi masyarakat, Bila mengalami tanda dan gejala monkeypox agar lapor ke fasilitas kesehatan terdekat untuk dapat dicatat. (Anang/VQ)
Sumber : https://prasetya.ub.ac.id/wabah-monkeypox-dosen-fk-ub-masyarakat-dihimbau-tetap-waspada-dan-tidak-panik/